Selasa, 15 Desember 2009

[Edisi 1] SEJARAH NGALIYAN

SEJARAH NGALIYAN
Menelusuri Napak Tilas Tokoh Ngaliyan
NGALIYAN, JUST – Selama ini timbul pertanyaan di benak kita semua. Apakah semua penduduk asli Ngaliyan tahu secara pasti bagaimana Ngaliyan ini terbentuk? Jum’at (30/1/2009), berawal dari keingintahuan kru “NGALIYAN METRO” mencoba menelusuri jejak tokoh Ngaliyan.
Ngaliyan merupakan kecamatan yang sedang berkembang menuju metropolis, nantinya akan menjadi pusat peradaban umat manusia di Semarang barat. Kesibukan penduduk Ngaliyan yang sangat komplek, mengakibatkan warga lupa akan asal muasal sejarah Ngaliyan. Menurut rumor yang beredar nama Ngaliyan ada hubungannya dengan nama “Aliyan”.

Penelusuran kru membuktikan, kebanyakan warga yang ditanya, bagaimana sejarah Ngaliyan? mereka menjawab “Tanya saja sama sesepuhnya daerah sini, kan pasti tahu tentang adanya Ngaliyan” , begitu kata warga yang tidak mau disebut namanya.“Kebanyakan warga Ngaliyan adalah pendatang dari berbagai daerah : Demak, Kendal dan daerah lainnya” terang Tarmo, salah satu tokoh masyarakat Ngaliyan. Saat ditanya, apakah Ngaliyan berasal dari nama orang? sambil menghisap rokoknya, dia menjawab: “Ngaliyan memang diambil dari nama orang”. Hal itu diperkuat oleh Abdul Jalil, kepala RT II RW V Tambak Aji, ketika kru menemui di teras depan rumahnya.
Warga Ngaliyan mempunyai wadah silaturrahmi bagi warga Ngaliyan asli, FORMASI (Forum Silaturahmi Warga Ngaliyan Asli) yang diketuai oleh Kismanto. Kantor FORMASI berada tepat sebelah selatan makam Ngaliyan, berseberangan dengan ONO swalayan. “Orang Ngaliyan asli yaitu : Krajan, Kliwonan, Pengilon dan Persilan. Salah satu tujuan dibentuknya FORMASI adalah untuk menginventarisir aset yang dimiliki warga Ngaliyan”, imbuh Abdul Jalil.
Beda lagi dengan Agus, warga Wahyu Utomo. Waktu ditanya tentang sejarah Ngaliyan, ia hanya membenarkan bahwa nama Ngaliyan berasal dari nama “Aliyan”. Ketika ditanya lebih lanjut tentang hubungan Ngaliyan dan Aliyan, ia menyarankan untuk membeli buku atau membaca di perpustakaan umum TPM (sebelah Ngaliyan Square).
Warga Wahyu Utomo memanggil orang yang berjasa di wilayah ini dengan sebutan “Abah Aliyan”. Beliau adalah pendatang yang menurut warga, babat alas di wilayah Ngaliyan. Jasa-jasa yang beliau berikan, membuat nama yang disandang beliau “Aliyan” dinisbatkan sebagai nama Ngaliyan untuk wilayah di Semarang Barat.“Abah Aliyan tidak hanya sekedar babat alas di daerah ini, beliau juga menyebarkan Islam. Kebetulan beliau pemeluk Islam yang taat”, ucap Tarmo yang akrab disapa Mbah Mo, yang hafal sejarah Abah Aliyan yang akhirnya menjadi nama Ngaliyan.“Kenapa Abah Aliyan memilih tempat dekat dengan sungai (yang sekarang melewati perumahan Wahyu Utomo bagian selatan)? supaya mempermudah dan mempercepat beliau untuk bersuci”, tambah Mbah Mo.“Karena di sana juga ada peninggal-an berupa petilasan yang sampai sekarang masih dikunjungi orang untuk berziarah.Yang berkunjung ke sana tidak hanya orang muslim saja, melainkan orang non-muslim”. Ungkap mbah Mo. Dan kebanyakan para Walisongo atau ulama-ulama besar dalam bergerilya menyebarkan agama Islam, memilih tempat yang dekat dengan sumber mata air”. Imbuhnya, sambil sedikit berfikir.
Berdasarkan kesepakatan masya-rakat sekitar petilasan peninggalan abah Aliyan sekarang di jadikan “kebun gizi” (tempat yang digunakan untuk menanam tumbuh-an yang sekiranya bermanfaat. Antara lain pace, belimbing, pepaya dan tumbuhan lain) oleh warga Wahyu Utomo. Dan tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di petilasan tersebut. Untuk membersihkan, serta merawat keasrian kebun gizi tersebut dibuat jadwal piket “Konon ceritanya di petilasan yang ditinggalkan beliau, masih berbau mistis. Setiap malam senin pon arwah Abah Aliyan hadir di petilasan itu. Percaya atau tidak, terserah!”. Kata Mbah Mo.“Ada pihak-pihak tertentu yang menginginkan petilasan Abah Aliyan diakui sebagai situs sejarah dari kelompoknya. Orang Hindu-Budha membuat cerita tentang propaganda Abah Aliyan dengan Honggowongso.
Mereka berperang untuk mem-perebutkan wilayah. Akhirnya mereka membagi wilayah menjadi dua. Untuk Abah Aliyan di bagian selatan (yang sekarang Wahyu Utomo) dan untuk Honggowongso di bagian utara (yang sekarang Ringinwok)”. Ungkap Mbah Mo, sambil tersenyum.Cerita tersebut merupakan versi Hindu-Budha. Kemudian ditepis oleh Mbah Mo sendiri yang kebetulan tahu sejarah keduanya. “Lho, Abah Aliyan hidup itu kan jauh sebelum Honggo-wongso ada di Ngaliyan (sekarang) ini”, tandas mbah Mo. “kok bisa-bisanya orang Hindu-Budha membikin cerita seperti itu” tambah-nya.“Nyatanya, warga Ngaliyan sini hampir semuanya Islam kan?” urai Mbah Mo. “Orang-orang dahulu itu memeluk Islam semua, meskipun Islam abangan”. Tambahnya lagi, sambil menawari minuman yang disediakan.
Ia juga mengatakan ada delapan nama tempat yang sama, Ngaliyan. Tempat tersebut tersebar di pulau Jawa, mulai dari Timur sampai Barat. “Nama Ngaliyan ada di : Ponorogo, Pasuruan, Salatiga, Boja, Semarang Barat, Batang, Tegal dan Cirebon” tegas mbah Mo.Mbah Mo pernah mendatangi dan membuktikan sendiri bahwa tempat-tempat yang bernama Ngaliyan tersebut ada. Kecuali salah satu tempat di Cirebon yang belum sempat ia datangi. “Konon di Cirebon ada kerabat Abah Aliyan” kata mbah Mo, yang belum tahu pasti kerabat Abah Aliyan.“Abah Aliyan adalah keturunan Arab-Cina yang mengembara dari Ponorogo sampai Cirebon dengan menunggang kuda. Sampai sekarang belum di ketahui secara pasti nasab beliau dan khaulnya kapan. Jelasnya beliau dimakamkan di Cirebon”. Ungkap Mbah Mo mengakhiri ceritanya. [J]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar