Selasa, 15 Desember 2009

[Edisi 2] KOTA BARU NGALIYAN?

KOTA BARU NGALIYAN?
Sebagai wilayah yang dimekarkan dari Kecamatan Tugu, Ngaliyan semakin berkembang hampir 2 kali menyaingi kecamatan asal. Pantaskah Ngaliyan disebut sebagai kota ‘baru’?
Ngaliyan- Seberapa jauh pandangan masyarakat tentang kondisi real Ngaliyan sekarang? Ngaliyan, dulu dikenal sebagai desa kecil yang sepi. Seketika berubah ramai setelah tersentuh oleh tangan-tangan birokrat (Pemerintah) serta penanam modal, sehingga menjelma menjadi kota ‘baru’. Terlihat dengan berbagai bangunan fisik di sepanjang jalur Ngaliyan-Boja, desa kecil yang tidak lagi dipandang sebelah mata.
Kondisi ini menguntungkan banyak pihak. Namun, apakah pantas Ngaliyan disebut sebagai kota ‘baru’? Pertanyaan ini mungkin terjawab ketika terjadi perubahan besar-besaran pada kondisi Ngaliyan seluruhnya.

Menyikapi pertanyaan tersebut Supratono selaku Camat Ngaliyan menjelaskan, banyaknya pembangunan tidak lepas dari adanya Perguruan Tinggi (PT) dan jalur strategis . “Dengan adanya PT, masyarakat semakin mudah mencari uang lewat berwirausaha. Seperti marak-nya kos-kosan bagi mahasiswa, warung makan di sepanjang jalan, dan usaha lainnya. Hal ini dapat memberikan kontribusi lebih terhadap pembaruan Kota Ngaliyan, tuturnya kepada kru Ngaliyan Metro.
Ia juga menambahkan dengan adanya pelebaran jalan di sepanjang jalur Ngaliyan- Boja memberikan akses kemudahan bagi para investor untuk mengembangkan usahanya. Disamping itu, letak geografis Ngaliyan yang strategis yang jauh dari banjir dan ditopang dengan proses perizinan yang relatif lebih lancar menjadikan para investor berduyun-duyun memilih Ngaliyan sebagai pusat usahanya.
Perkembangan infrastruktur sedemikian pesatnya maka tidak mustahil, jika suatu saat Ngaliyan menjadi kota ‘baru’ yang dapat disejajarkan dengan kota lain.Namun, tidak sepenuhnya menguntungkan, malahan berbanding terbalik dengan angka kemiskinan warga di ke-camatan ini yang cukup tinggi yaitu mencapai 17% dari jumlah penduduk 29.073 kepala keluarga (data statistik).
Ikon Kota Ngaliyan
Selayaknya daerah lain, Ngaliyan tentunya mempunyai simbol tersendiri. Sebagai kecamatan yang sedang berkembang menjadi kota ‘baru’ pastinya mempunyai khas yang tidak diperoleh di daerah lain. ‘Pujasera’ itulah salah satu ikonnya sekarang ini, selain Jagung Bakar Lesehan (JBL) yang berada di jantung kota, Pujasera tempatnya mudah dijangkau, serta keindahan panorama malam menjadikan warna tersendiri bagi pembaruan Kota Ngaliyan. Di tengah hiruk pikuk kesibukan masyarakat di perkotaan serta sulitnya mencari jajanan murah, Pujasera menjadi solusi tepat untuk me-nemukan kepuasan lahir maupun batin bagi masyarakat yang sulit men-cari makanan murah.
Pujasera tidaklah mewah seperti bangunan perkotaan bertingkat pada umumnya, melainkan berupa warung kuliner yang tertata rapi di samping jalan raya. Jangan heran, kalau tempat ini selalu ramai dikunjungi, terlebih oleh masyarakat yang berlalu-lalang di sepanjang jalan Ngaliyan-Boja
Pandangan Masyarakat Tentang Ngaliyan
Sudah dimengerti ataupun tidak tentang arti ‘kota’, masyarakat asli Ngaliyan menganggap daerah ini disebut-sebut sebagai perkotaan. Mereka cenderung mengartikannya dengan berdirinya berbagai bangunan pada sektor real seperti: Pusat per-belanjaan, Perumahan mewah, Rumah sakit, Ruko-Ruko, Pelayanan jasa, terlebih bangunan yang belum selesai pengerjaannya seperti, Ngaliyan Square, tempat pengambilan uang secara cepat (ATM) meninggal-kan keraguan akan arti sebenarnya tentang perkotaan.
Pernyataan serupa juga dilontar-kan oleh salah satu warga Ngaliyan asli sebut saja namanya Babe, “Ngaliyan sudah termasuk kota”, tutur bapak dua anak ini kepada kru Ngaliyan Metro. Ia juga menambahkan dengan datangnya para penduduk dari luar daerah (urban) yang bermukim di sini (Ngaliyan-Red) memberikan warna tersendiri bagi keberagaman penduduk Ngaliyan.
Namun itu semua tak berjalan mulus, Ibarat pepatah “Tolak tangga berayun kaki, tolak tubuh mengejar diri”. Hal ini pula yang terjadi di Ngaliyan, rumor untuk menciptakan kota ‘baru’ menyisakan korban. Dengan banyaknya arus pembangun-an, misalnya, Pusat perbelanjaan yang megah yang pelayanannya sangat baik dan praktis, secara tidak langsung akan menggusur keberadaan pasar tradisional yang dihuni oleh para pedagang asli Ngaliyan. Sebagai buntutnya masyarakat yang kalah bersaing dari pasar modern lebih memilih untuk meninggalkan Nga-liyan.
Hal ini patut disayangkan karena penduduk asli yang selama ini hidup turun temurun tergerus akan arus globalisasi, belum lagi oleh kebijakan-kebijakan yang lain seperti maraknya pembebasan lahan warga untuk dijadikan perumahan bahkan yang terakhir untuk pembangunan jalan bebas hambatan (TOL).[J]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar